Dear all,

Selamat pagi. Semoga semua berbahagia.

Di ruang konsultasi, acap terjadi skenario yang berbeda dari tujuan awal. Bingung? Iya lah. Dokternya bingung dan pasiennya bisa jadi juga sama-sama bingung.

Suatu ketika, pasangan muda masuk ke ruang konsultasi. Ibu menggendong bayinya yang berusia 1,5 bulan.

W: bu, saya pelajari dulu ya buku catatan kesehatan anak ibu.

Lalu sibuk mempelajari riwayat si bayi. Kelahiran, imunisasi, pertumbuhan (dengan mem plot berat badan, panjang badan, lingkar kepala) di growth chart-nya.

KASUS I

W : Apa yang bisa saya bantu bu?

I : Mau cek aja dok. Kulit mukanya bruntusan. Pipinya rada merah-merah. Saya sih sudah pantang sesuai anjuran dokter tetapi gak banyak perubahan.

W : Bayinya ASI eksklusif ya?

Sudah mulai ada pola nenennya? Tiap berapa jam?

I : Semaunya dia sih dok. Kadang 1,5 jam sudah minta, kadang 1 jam.

W : Nenennya berapa lama bu?

I : Sebentar sih. Tapi bentar nyambung lagi. Brenti, terus nyambung lagi. Lama sih lepasnya.

Bayi diperiksa.

Diagnosis:

1. Infantile acne

2. Poor growth

W : bu, coba baca di mayo clinic tentang : newborn.

Saya tidak cemas dengan bruntusannya. Hampir semua bayi baru lahir mengalaminya, akibat pengaruh hormon ibu. Nanti juga hilang dengan sendirinya.

Bukan alergi!

W : Saya justru cemas dg pola pertumbuhannya. Laju pertumbuhannya kurang baik. Idealnya, berat badan bayi naik 200 gr per minggu.

KASUS II

I : Dok, anak saya demam tgl. 26 malam. Tgl. 28 sudah tidak demam. Tapi tgl. 31 demam lagi.

W : Batuk? Pilek?

I : Batuk sedikit. Mulai ingusan abis nangis. Tapi bapaknya lagi batuk pilek. Kata dokter, bronkitis. Saya takut bayi saya juga bronkitis. Sekarang, Batuknya berdahak. Kalau malam napasnya bunyi.

W: Bunyinya gimana bu? Bunyinya waktu buang napas atau waktu ambil napas (bunyi saat buang napas, pikirkan wheezing/mengi).

I : Tidak menjawab.

Saya sudah uap dok. Saya juga kasih pengencer dahak. Tapi dahaknya masih banyak.

Bayi diperiksa berontak. Paru-paru bersih.

Diagnosis:

– ISPA atas (Common Cold)

– Tidak ada tanda kegawatdaruratan.

KASUS III

Pasangan muda, datang membawa putrinya, usia 15 bulan. Konsul, cantengan.

I : Saya takut buntung jempolnya.

W : Waaduh. Kok gitu mikirnya. Anaknya pecicilan aktif, gak kesakitan, gak demam.

I : Kalau kukunya copot gimana?

W : Ya gak papa. Tapi nggak lah.

Lirik buku paspor kes nya, lhoo DPT HiB polio baru 2x. Imunisasi usia 9, 12, 13 bulan: BELUM.

W : Saya lebih takut sama status imunisasinya yang berantakan.

Infeksi ringan di kulit kan tidak bahaya. Tidak mematikan.

Sedangkan penyakit yang ada vaksinnya, penyakit yang mematikan.

Jadi

Kalau kita baca dan belajar, kita tidak akan memusingkan yang remeh temeh, padahal ada yang serius yang seharusnya dipantau (kasus I).

Kalau kita baca dan belajar, kita tahu, apa kegawatdaruratan yang harus dipantau saat anak sakit. Tidak sibuk dengan dahak, bunyi grok.

Kita juga tahu: TIDAK ADA OBAT PENGENCER DAHAK. (KASUS II).

Suatu penyakit, tidak akan dibuat vaksinnya kalau penyakitnya tidak berat. Tidak mematikan. Tidak membuat cacat (KASUS III).

Baca.

Belajar.

Membuat hidup jauh lebih mudah dan lebih sederhana (simpler and more peaceful).

Semua menjadi jelas dan terang benderang. Tidak gelap gulita.

Ilmu, pelita kehidupan.

Wati

Share artikel ini: