Cedera karena penggunaan teknologi yang berlebihan sulit dihindari saat ini. Apalagi di tahun 2020, saat pandemi Covid-19 mengharuskan orang lebih banyak tinggal di rumah, teknologi digunakan lebih sering dan terus menerus. Maka ada baiknya kita mengenali apa dan bagaimana merawat cedera karena pemakaian teknologi yang berlebihan tersebut. Yuk simak 4 penyakit berikut ini:

Cervical Pain Syndrome (CPS)

CPS adalah berbagai macam kondisi yang disebabkan perubahan-perubahan pada tulang leher dan jaringan lunak di sekitarnya. Kondisi tersebut biasanya disertai rasa sakit. Faktor pencetusnya adalah duduk dengan postur tubuh yang tidak ergonomis serta leher menunduk dalam waktu lama. Contoh: mengetik sambil duduk di atas tempat tidur atau menunduk saat mengetik di telepon genggam. Berat kepala dan otot-otot leher yang tertarik mengakibatkan degenerasi pada tulang belakang bagian leher dan discnya, serta kehilangan lordosis dan kifosis.

Gejala CPS umumnya adalah rasa sakit dan spasme pada otot leher. Rasa sakitnya bisa terasa hingga belakang kepala juga bahu dan otot di area belikat. Gejala lain adalah sakit kepala dan kebas serta kesemutan pada tangan terkadang muncul. Gambaran radiologi yang sering muncul adalah hilangnya lekuk lordosis yang normalnya ada di tulang belakang leher. Pada pemeriksaan lanjutan seperti MRI akan muncul gambaran tulang belakang yang mengalami degenerasi.

Perawatan CPS meliputi berbagai macam hal yang tujuannya adalah meringankan gejala dan memperbaiki postur. Terapi awal bisa menggunakan obat-obatan seperti analgesik (anti nyeri) dan anti inflamasi (anti radang) untuk membuat otot rileks. Untuk meringankan gejala bisa dilakukan fisioterapi yang fokus pada latihan-latihan untuk mengembalikan kekuatan otot dan range of motion (ROM). Kursi ataupun meja yang ergonomis akan sangat membantu untuk mencegah munculnya kembali rasa sakit yang mengganggu bagi orang yang sering bekerja dalam waktu lama.

Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

CTS adalah salah satu penyebab disabilitas ataupun absennya orang dari tempat kerjanya yang paling sering terjadi di Amerika. CTS terjadi karena ada tekanan pada saraf median yang ada di carpal canal yang ada di pergelangan sampai lengan tangan. Penggunaan keyboard, mouse komputer dan telepon genggam dalam waktu lama dapat memperburuk gejala. Pergelangan tangan yang sering ditekuk untuk swafoto (foto selfie) juga dapat cedera dan menjadi penyebab CTS.

Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Carpal_tunnel_syndrome

Keluhan pasien CTS umumnya adalah rasa sakit, kadang disertai ataupun tidak disertai kebas dan kesemutan, terutama pada telapak tangan, ibu jari dan dua jari di dekatnya. Melemahnya otot-otot di dasar ibu jari dapat berlanjut menjadi kompresi saraf median kronis.

Diagnosis ditegakkan melalui runutan cerita klinis pasien (anemnesis), pemeriksaan fisik, dan bila memungkinkan elektromiografi (EMG) atau studi konduksi saraf. EMG atau studi konduksi saraf membantu untuk menemukan lokasi tepatnya saraf yang bermasalah, sehingga bisa membantu saat akan dilakukan operasi.

Perawatan konservatif yang umumnya dilakukan adalah membatasi gerakan tangan (imobilisasi), penggunaan kortikosteroid dan menghindari trauma kronis yang berulang. Alat penopang posisi tangan bisa juga digunakan saat mengetik. Pada kasus yang parah disarankan lakukan bedah untuk melepaskan retinakulum.

De Quervain Tenosynovitis (DTS)

DTS dikenal juga sebagai radang tendon yang disebabkan penggunaan telepon genggam. DTS adalah cedera karena penggunaan berlebihan yang mengakibatkan radang pada satu atau dua tendon pergelangan tangan di area ibu jari. Penggunaan telepon genggam yang terus menerus yakni saat mengetik ataupun memegang telepon dapat menimbulkan rasa sakit dan bengkak.

Ibu jari yang digunakan untuk swafoto dapat mengalami cedera berkepanjangan pada tendon dan lokasi yang sama seperti DTS. Ukuran telepon genggam yang lebih besar dari telapak tangan juga menjadi penyebab munculnya keluhan. Beberapa telepon genggam ukurannya jauh lebih besar dari generasi sebelumnya, ini menyebabkan muncul tenosynovitis.

Sumber: https://www.cleanpng.com/png-spica-splint-wrist-thumb-de-quervain-syndrome-1429558/

Diagnosis ditegakkan melalui anemnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa tes dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis yaitu: Finkelstein, Eichhoff, WHAT (Wrist Hyperflexion and Abduction of the Thumb). Pada tes Finkelstein, ibu jari yang disentakkan ke bawah secara tiba-tiba akan menyebabkan kesakitan pada daerah radial styloid. Kesakitan di daerah yang sama terjadi saat dilakukan tes Eichhoff. Tes ini dilakukan dengan cara menggerakkan pergelangan tangan ke arah tulang ulnar dengan ibu jari tergenggam dalam jari-jari yang lain.

Perawatan yang dilakukan adalah mengistirahatkan tangan, modifikasi pada kegiatan yang dilakukan berulang, pemberian anti radang, dan memakai bidai ibu jari bila memungkinkan. Kortikosteroid dapat diberikan bila cara-cara tadi tidak memberikan hasil memuaskan. Pada kasus-kasus berkepanjangan (kronis) bisa dilakukan bedah untuk melepas selubung tendon.

Jari pelatuk (Trigger Finger) atau Ibu Jari Pelatuk (Trigger Thumb)

Jari pelatuk adalah kondisi ketika jari yang menekuk sulit untuk kembali ke posisi lurus. Saat mencoba meluruskan jari atau menekuknya akan terdengar bunyi berderak seperti suara pelatuk pistol yang ditarik atau dilepaskan. Kondisi ini terjadi karena penyempitan jarak pada selubung tendon jari tangan yang disebabkan oleh radang. Pada anak-anak kondisi ini sering terjadi pada ibu jari, sedangkan pada orang dewasa umumnya jari-jari yang lain yang terdampak.

Jari-jari yang sering digunakan untuk mengetik pada telepon genggam atau bermain game console umumnya yang menyebabkan terjadi trigger thumb. Oleh karena itu penyakit ini juga sering disebut dengan texting tendonitis (radang tendon karena mengetik) atau Game-Boy Thumb.

Diagnosis penyakit ini ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan pada bagian dasar telapak tangan pada jari yang bermasalah. Selain itu jari kaku terutama di pagi hari.

Perawatannya meliputi modifikasi aktivitas, memakai bidai, dan injeksi kortikosteroid pada selubung tendon. Bila perawatan-perawatan tersebut tidak memberikan hasil yang memuaskan maka disarankan operasi bedah untuk melepaskan dan melakukan debridement (membersihkan penebalan) pada tendon yang bermasalah. (Syl)

Sumber :

  1. Medscape
  2. Mayo Clinic
Share artikel ini: