De Rhetorica:

  • Fluorokuinolon adalah salah satu golongan antibiotik yang banyak digunakan pada pasien dewasa karena memiliki penetrasi ke jaringan tubuh dan bioavailabilitas yang baik meski dikonsumsi secara oral.
  • Akan tetapi, fluorokuinolon jarang/sedikit digunakan pada pasien anak karena kekhawatiran terhambatnya pertumbuhan tulang dan gangguan sendi (artropati). Kekhawatiran itu bermula ditemukannya kejadian artropati pada uji coba hewan.
  • Beberapa contoh antibiotik yang tergolong fluorokuinolon adalah asam nalidiksat, ciprofloxasin, ofloxasin, moxifloxasin, levofloxasin, dll. Bisa dikatakan ciprofloxacin paling dikenal di masyarakat saat ini.
  • Belakangan, fluorokuinolon mulai digunakan pada pasien anak untuk kasus infeksi saluran kemih yang terkomplikasi, infeksi antraks, dan tuberkulosis yang multi-resisten.
  • Keunggulan: penyerapan obat di saluran pencernaan baik (bioavailabilitas 70-95% — semakin tinggi nilainya berarti semakin banyak obat yang terserap [red]) dan penetrasi yang sangat baik ke banyak jaringan tubuh termasuk cairan otak (bisa digunakan untuk infeksi susunan saraf pusat).
  • Keamanan pada pasien anak:
    • Efek samping tersering adalah gejala saluran pencernaan seperti mual, muntah, diare, atau nyeri perut. Ruam kulit, alergi, dan fotosensitifitas juga dapat terjadi.
    • Pada masa awal uji coba fluorokuinolon pada hewan, didapatkan bahwa hewan percobaan mengalami kerusakan tulang rawan pada sendi-sendi penyangga berat badan (hewan). Temuan itu akhirnya membatasi penggunaan fluorokuinolon pada pasien anak karena dikhawatirkan akan mengganggu proses pertumbuhan tinggi badan anak.
    • Kerusakan tendon seperti radang tendon (tendinitis) dan tendon robek (ruptur tendon) ditemukan pada pasien lanjut usia, meskipun angka kejadiannya tidak terlalu tinggi (3,2 kasus per 1000 pasien).
    • Kerusakan tendon juga dapat dijumpai pada pasien anak, tetapi studi Chuen YL dkk 2002 pada 6000 anak berusia <19 tahun melaporkan angka kejadian kerusakan tendon pada anak yang mengonsumsi flurokuinolon tidak berbeda dengan anak yang mengonsumsi azitromisin (salah satu antibiotik golongan makrolida yang diketahui tidak mempunyai efek terhadap kerusakan tendon).
    • Studi Chalumeau M dkk 2003pada 276 anak yang mendapat fluorokuinolon dibandingkan 249 anak yang mendapat antibiotik jenis lain didapatkan angka kejadian gangguan otot/tulang lebih tinggi pada kelompok flurokuinolon. Walaupun demikian, sifatnya hanya sementara dan membaik setelah fluorokuinolon dihentikan. Selain itu, respon klinis pada kasus pneumonia (infeksi saluran pernapasan bawah) ditemukan lebih baik pada kelompok fluorokuinolon daripada kelompok antibiotik lain.
    • Studi Noel GJ dkk 2007 pada 2523 anak didapatkan angka kejadian gangguan otot/tulang (artritis, artralgia, tendinopati, gangguan melangkah/berjalan) lebih tinggi pada kelompok levofloxasin daripada kelompok antibiotik lain, tetapi setelah dilakukan CT-scan ataupun MRI tidak ditemukan gangguan struktural otot/tulang yang jelas. Studi itu juga tidak menemukan gangguan pertumbuhan pada kelompok levofloxasin.
  • Berdasarkan data keamanan di atas, maka Amerian Academy of Pediatrics mengeluarkan rekomendasi pemanfaatan fluorokuinolon hanya pada:
  1. Terinfeksi bakteri antrax (Bacillus anthracis).
  2. Infeksi saluran kemih yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa, atau bakteri Gram negatif yang multi-resisten.
  3. Otitis media supuratif kronik atau otitis eksterna maligna yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa.
  4. Osteomielitis atau osteokondritis yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa.
  5. Fibrosis kistik yang disebabkan kolonisasi Pseudomonas aeruginosa.
  6. Infeksi mycobacteria (contoh Mycobacterium tuberculosis) yang sensitif terhadap fluorokuinolon.
  7. Infeksi bakteri Gram negatif pada pasien imunokompromais (imun rendah) yang masih bisa diterapi dengan antibiotik oral dan resisten terhadap antibiotik lain.
  8. Infeksi saluran pencernaan yang disebabkan Shigella, Salmonella, Vibrio cholerae, Campylobacter jejuni yang multi-resisten.
  9. Bayi atau anak dengan sepsis atau meningitis yang kumannya resisten terhadap antibiotik lain.
  10. Anak yang mengalami infeksi serius akibat kuman yang diduga sensitif terhadap fluorokuinolon dan mempunyai riwayat alergi terhadap antibiotik lain.
  • Melihat data keamanan dan manfaat dari fluorokuinolon, hendaknya fluorokuinolon tidak diberikan pada penyakit yang umum. Aspek manfaat dan risiko (risk-benefit) harus menjadi pertimbangan.

Daftar pustaka

  1. Goldman JA dkk. 2011. http://www.who.int/selection_medicines/committees/expert/18/applications/fluoroquinolone_review.pdf diakses pada tanggal 26 Desember 2014.
  2. American Academy of Pediatrics. Pediatrics. 2006;118:1287-92.
  3. Sansone JM. J Pediatr Orthop. 2009;29:189-95.
  4. Choi SH dkk. Korean J Pediatr. 2013;56:196–201.
  5. Chalumeau M dkk. Pediatrics. 2003;111;e714-9.
  6. Chien S dkk. J Clin Pharmacol. 2005;45:153-60.
  7. Noel GJ dkk. Pediatr Infect Dis J. 2007;26:879-91.
Share artikel ini: