August 12, 2004 8:02 PM

Dear all,

Sudah baca email saya sebelum ini yang baru saja kirim perihal kapan harus menghubungi dokter? Itu saya rangkum dari berbagai kepustakaan untuk memudahkan smart parents.

 

Mailing list kita semakin besar. Dimulai dari populasi kecil 19 orang di Desember 2003, meningkat pesat. Dimulai dari segelintir pasien saya, meluas ke populasi yang bahkan tatap muka pun belum pernah. Saya berterimakasih kepada kalian semua – yang sudah seperti anak sendiri, bahagianya saya memiliki begitu banyak anak. Memiliki begitu banyak cucu.

 

Buat yang belum mengenal saya, tentunya wajar sekali untuk bersikap kontra terhadap aktivitas sosial yang saya kerjakan.
Bagaimanapun, selama ini, mind set kita sudah terbalik-balik dan dibiarkan tetap terbalik balik. Dan yang memprihatinkan saya sebagai ibu, sebagai eyang, sebagai dokter anak, pola pemberian obat di negara kita yang patut dipertanyakan (coba kalian buka web Prof Iwan: iwandarmansjah), coba kalian juga berkomunikasi dengan beliau. Prof Iwan salah satu dari sedikit dokter di Indonesia yang masih idealis dan sangat concern terhadap praktek pola pengobatan di Indonesia

 

Dear smart parents, saat saya masih menjadi staf pengajar di FKUI, saya mendirikan Komite penggunaan obat rasional, yang selanjutnya dibantu oleh Australia. Mengapa? Berharap dapat memberikan wacana perihal pola pengobatan yang rasional artinya yang safe dan cost effective; berharap dapat berbuat sesuatu untuk memperbaiki pola pemberian obat pada populasi pediatri/anak.

 

Dalam perjalanannya kami senantiasa melakukan evaluasi periodik, ternyata seret banget. Terlalu banyak kepentingan bermain.
Bukankah di semua bidang sekalipun, boleh dibilang, status quo jauh lebih menarik ketimbang “perubahan”. Di lain pihak, sebagai ahli hati anak (hepatologi) semakin banyak saja kasus dirujuk ke saya dengan drug induced liver injury. Kerusakan hati akibat toksisitas obat.

 

Setelah evaluasi berkala, kami pun menambahkan pada strategi kami – bukan hanya mendidik mahasiswa kedokteran dan calon dokter
anak, kami juga harus mendidik konsumennya. Coba kalian akses web doctor patient partnership milik pemerintah UK. Disitu dinyatakan bahwa health care merupakan tanggung jawab bersama, pemberi jasa layanan kesehatan (dokter dan paramedis) serta juga tanggung jawab penerima jasa layanan kesehatan (konsumen atau pasien).

 

Di bawah naungan Komite RUD (Rational Use of Drugs) WHO, saya menyusun kegiatan edukasi consumers termasuk melalui mailing list ini. Tujuannya bukan untuk mencetak dokter bayangan. Tujuannya untuk meletakkan urusan health care ini secara proporsional. Saya selalu bilang kepada mahasiswa-mahasiswa saya, “(Jadi) dokter sekolah 6 tahun, tambah lagi 6 tahun untuk menjadi DSA, tentunya bukan untuk menangani batuk pilek.”

 

Coba kalian ke negara maju yang sistem layanan kesehatannya sudah ditata dengan baik, anak kalian demam tinggi dengan batuk pilek, mau buat appointment dengan dokter anak, akan dinasehati: anda tidak perlu membawa ke dokter anak untuk influenza kecuali ….. nah diberitahulah si orang tua kapan harus waspada dan harus menghubungi dokternya.

 

Hidup senantiasa punya dua sisi, sisi baik dan sisi jahat. Tuhan tidak akan menciptakan fenomena demam, fenomena batuk, fenomena diare, fenomena muntah, bila itu semua semata-mata untuk menyengsarakan umatNya. Pasti ada maksudnya mengapa Tuhan menciptakan semua mekanisme tersebut. Tuhan memberi kita mekanisme alarm agar kita memahami apa yang sedang dihadapi.

 

Kedua, Tuhan memberikan kita kemampuan yang paling tinggi dibandingkan semua ciptaanNya yang lain. hati, perasaan, dan akal sehat.
Keseimbangan antara kesemuanya akan membantu kita dalam menjalani hidup ini, di semua bidang, bukan hanya di bidang kesehatan. Kalau di pekerjaan kita mempergunakan akal sehat disamping perasaan, apalagi dalam urusan kesehatan, apalagi menyangkut kesehatan buah hati tercinta.

 

Iqraa bismirabbika. Bacalah – itulah pintaNya.
Kalau kita membaca, mayoritas gangguan kesehatan pada bayi dan anak adalah penyakit yang ringan, yang umumnya akan sembuh dengan
sendirinya dalam waktu tidak terlalu lama. Semua anak pasti pernah demam bahkan 5 tahun pertama, kerap benar frekuensi mereka demam, tetapi coba renungkan, berapa banyak yang mengalami komplikasi berat? Berapa banyak anak demam yang ternyata ensefalitis? Kurang dari 2 %, sedikit sekali. Bukan karena obat, melainkan karena begitulah natural history majority of childhood illnesses. Tugas utama para smart parents adalah – kenali tanda-tanda kegawatdaruratan. Bayi ensefalitis selain demam, kesadarannya menurun, drowsy dan sulit dibangunkan, lalu kejang.
Dan kita tahu, semua web perihal kesehatan anak mengajarkan para orang tua agar mengamati perilaku anak saat mereka demam. Perilaku anak merupakan parameter yang sangat akurat untuk menentukan ada tidaknya kegawatdaruratan, termasuk dalam hal ini infeksi yang menyerang otak.

 

Obat, merupakan penemuan besar dalam hidup manusia. Antibiotika, merupakan kegemilangan dunia kedokteran – menempati posisi kedua di bawah penemuan vaksin.

Obat termasuk antibiotika, merupakan karunia yang tidak ternilai harganya.
Dengan catatan, bila penggunaannya bijak dan rasional. Bagaimanapun, semua hal dalam hidup ini punya dua sisi; bagaimanapun obat adalah senyawa kimia yang dalam metabolismenya melibatkan hati dan ginjal sehingga dapat menimbulkan efek toksik. Obat, bila dipergunakan secara bijak, akan sangat membantu kita, bahkan dapat menyelamatkan jiwa.

 

Saya selalu katakan, menjadi cerdas adalah salah satu bentuk – salah satu perwujudan cinta kasih kita pada anak.

 

Baca koran hari ini? Kompas dan Republika, banyak menyorot perihal RUU praktek kedokteran yang tidak bersahabat dengan
konsumen kesehatan. Di radio dalam talk show saya, saya selalu tekankan, being smart makes you healthier, healthir in its real sense karena by being smart kalian melindungi diri dan keluarga dari kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk malapraktek.

 

Nah, seperti kata beberapa smart parents yang sudah memberikan tanggapannya, keputusan di tangan konsumen. Dan bukankah karena
keputusan di tangan kalian terlebih anak, dimana orang tua diberi otorisasi untuk membuat keputusan, maka tanggung jawab sebagai orang tua sangat berat. Bukankah anak – AmanahNya?

 

Selamat memilih, Memilih menjadi konsumen yang sama-sama memiliki hak dan kewajiban, atau memilih menjadi pasien yang pasrah dan pasif? Saya coba bodoh-bodohan membuat analogi: kalau belanja, kita browse dulu kan, apalagi kalau mau membeli barang penting, kita pilih yang paling cost effective, kita baca-baca, kita tanya-tanya, mengapa tidak untuk urusan kesehatan ?

 

Selamat malam,
Lelahnyaaaa
However, we have to start somehow, somewhat
Atau kita mau tetap terbelakang dibandingkan negara tetangga kita?

Maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan, tetapi percayalah, semua yang dilakukan semata-mata atas dasar niat baik. Soal keberhasilan program educating consumers ini, sepenuhnya saya serahkan kepada yang Di Atas.

Cinta saya bagi anak-anakmu
Wati

Share artikel ini: