Dear all,

Selamat pagi.

Semoga semua berbahagia.

Menyusui sudah setua peradaban manusia. Di gunung, di hutan, di kota, bayi lahir, langsung BELAJAR menyusu. Mengalir damai, sejalan dengan waktu. Simple and beautiful!

Oleh karena itu, memprihatinkan menyimak bagaimana per-ASI- an di kota besar di Indonesia seperti kehilangan ruhnya yang penuh kesederhanaan; kehilangan “wisdom“. Heboh, ribet, dan mahal, itu sikon per-ASI-an di Jakarta masa kini.

I : Dok, anak saya seret bb (berat badan -red)nya. Saya kasih MPASI dini aja ya?

W : Sejak usia 3 bulan ya. Menurut ibu kenapa bb nya seret? Nenennya bagaimana?

I : Nenennya sering dok. Lama.

W : ibu ASInya diperah teratur?

I : Nggak dok. Saya DBF (direct breast feeding -red).

(dengan mimik wajah yang menggelitik critical analysis di kepala saya. Mimik beberapa ibu yang seolah bangga berhasil menjadi pelaku sejarah DBF; karena … derajat DBF di atas marwah perah ASI.)

Ffuuiihh…. Apa yang salah dengan memerah ASI?

W : Bu, DBF jalan, pumping juga jalan terus. Keduanya bisa seiring sejalan. Perah ASI BUKAN ranah ibu bekerja semata. Semua ibu menyusui kalau memerah asi dengan teratur, ibarat punya bayi kembar.

I : Saya dikasih tahu, Dok. Katanya, DBF yang utama. Gak usah perah-perah ASI.

W : Kenapa sih bu gak boleh perah ASI?

I : Lupa juga, Dok. Pokoknya DBF itu yg bagus. Perah juga takutnya ganggu bonding.

W : Hmm….

Bu, ketika bayi laju pertumbuhannya tidak optimal, hal pertama yang harus dipertanyakan adalah kecukupan ASInya. Renungkan dengan jernih, aspek-aspek manajemen laktasi yang perlu perbaikan. Tujuannya agar produksi ASI meningkat.

Produksi ASI kita tingkatkan bukan dengan daun katuk, domperidone (ibu-ibu menjulukinya sebagai booster ASI). Melainkan, perah, perah, PERAH.

Ketika ibu memerah secara teratur, maka produksi ASI akan meningkat. Memerah ASI secara rutin, ibarat memiliki bayi kembar! ASInya buat 2 orang.

I : Terus ASIP (ASI Perah)nya diapakan? Kan saya 24 jam sama bayi saya?

W : Pertama, untuk top up. Tujuannya, memastikan laju pertumbuhan bayi lebih terjaga.

Kedua, untuk “tabungan” ketika mendadak ibu ada halangan (ada yang sakit, atau mendadak harus pergi untuk urusan keluarga yang sangat penting).

Ketiga, untuk membuat campuran MPASI dan untuk diminum saat bayi mengonsumsi MPASI nya.

Membuat menu dengan ASIP bukan hanya di awal pemberian MPASI. Bikin puding roti campur ASI dan kerokan saus buah, krim sup, soto ayam dengan ASIP, smoothies, dan seterusnya, dan seterusnya.

I : Kalau diperah, nanti pas bayinya lapar, ASInya sudah gak ada.

W : Produksi ASI justru akan berkesinambungan ketika kita rajin memerah.

I : Satu lagi, Dok. Saya pernah mencoba memerah ASI. Dapatnya sedikit. Padahal sudah 30 menit.

W : Kunci memerah ASI, bukan pada perolehannya. Melainkan seberapa teratur kita memerah. Meski cuma dapat 20 atau 40 ml, terus saja lakukan setiap 1.5 atau 2 jam. Berangsur produksi ASI akan meningkat. Manajemen laktasi yang baik, payudara tidak pernah kencang.

I : Tapi saya sibuk, kakaknya juga minta diperhatiin terus. Adik bayinya minta nenen terus. Kapan perahnya?

W : Awal-awal mungkin terasa berat. Tetapi kalau sudah menjadi rutinitas, akan terasa ringan. Mengapa? Karena adik bayi tidur lebih lama dan lebih lelap, laju pertumbuhan lebih baik, ibu pun menjadi lebih tenang dan punya waktu untuk bersama kaka dan untuk having a me time.

Jadi?

1. Produksi ASI meningkat bukan lantaran booster ASI dan daun katuk.

Produksi ASI meningkat apabila kita bisa meningkatkan demand yang efektif.

2. Dengan memerah ASI, manajemen waktu lebih efektif. Ibu punya waktu lebih karena adik bayi lebih satisfied dan happy.

3. Memerah dan punya stok ASIP ibarat hidup dengan memiliki tabungan. Pilih hidup tanpa tabungan? Kan tidak ya?

May breastfeeding remain beautifully simple and serene.

Happy pumping ibu-ibu,

Wati

Share artikel ini: