Di Lapangan:

“Kurang Aktivitas Fisik di Luar, Banyak Anak Indonesia Kekurangan Vitamin D”

(beritasatu.com; 23 Januari 2015)

“Anak-anak Umumnya Kurang Terpapar Sinar Matahari”

(tempo.co; 26 Maret 2012)

“3 Masalah Kurang Gizi yang Dialami Anak Indonesia… [salah satunya] Vitamin D”

(health.liputan6.com; 25 Februari 2013)

De Rhetorica:

  • Vitamin D sudah lama dikenal penting bagi nutrisi tulang. Peran utama vitamin D adalah menjaga kadar kalsium dan fosfor darah dalam kadar normal. Vitamin D juga mencegah osteoporosis.
  • Reseptor vitamin D tidak hanya ditemukan di tulang, tetapi juga di 30 organ tubuh lainnya seperti pankreas, miokardium (otot jantung), limfosit (salah satu jenis sel darah putih), dan lain-lain. Maka dari itu, saat ini vitamin D tidak hanya dihubungkan dengan penyakit tulang tetapi juga penyakit metabolik lain seperti diabetes melitus, gangguan jantung dan pembuluh darah, tuberkulosis, osteoartritis, dan keganasan.
  • Berbagai studi juga sudah memperlihatkan adanya penurunan massa tulang dan berat lahir bayi dari ibu hamil yang defisiensi vitamin D.
  • Vitamin D dibentuk oleh tubuh setelah kulit terpapar sinar matahari. Vitamin D juga dapat diperoleh dari makanan seperti ikan (salmon, sardines, mackerel), telur, susu formula, dan sereal yang sudah terfortifikasi.
  • Ada dua jenis vitamin D yang umum dikenal yaitu vitamin D2 dan D3.
  • Masalah defisiensi vitamin D tidak hanya di negara Barat (subtropis) tapi juga di negara tropis seperti Indonesia.
  • Kadar serum 25-OH vitamin D harus minimal 20 ng/mL (50 nmol/L) pada bayi dan anak. Definisi defisiensi vitamin D pada dewasa adalah kadar 25-hidroksivitamin D <50 nmol/L; insufisiensi 20-32 ng/mL. Belum ada konsensus untuk definisi defisiensi vitamin D pada bayi dan anak; tetapi telah dibuktikan bahwa pemberian 200 IU vitamin D per hari tidak cukup untuk menjaga 25-OH vitamin D >50 nmol/L pada bayi.
  • Kelompok orang yang berisiko defisiensi vitamin D adalah:
  1. Ibu hamil dan menyusui
  2. Bayi atau anak di bawah usia <5 tahun
  3. Lanjut usia (>65 tahun)
  4. Individu yang tidak terpapar sinar matahari, seperti yang bekerja di lingkungan tertutup/kantor dan yang memakai baju yang menutupi hampir seluruh kulit tubuh ketika keluar
  5. Orang kulit hitam
  • Keamanan dan efek samping:

  1. Vitamin D aman dikonsumsi pada dosis 4000 IU vitamin D3 setiap hari, atau 300.000 IU 3x/tahun pada defisiensi vitamin D.
  2. Vitamin D dapat menyebabkan reaksi alergi kulit (seperti inflamasi, iritasi, ruam, dan penipisan kulit), penumpukan kalsium di pembuluh darah arteri, risiko batu ginjal, gangguan saluran cerna (konstipasi, diare, muntah), hipertensi yang diakibatkan kehamilan.
  3. Pada ibu hamil: hati-hati pada ibu hamil yang mengalami hipertensi akibat kehamilan. Dosis rekomendasi sama dengan dewasa yang tidak hamil yaitu 400 IU vitamin D3.
  4. Pada ibu menyusui: rekomendasi harian vitamin D selama menyusui adalah 400 IU. Vitamin D2 dosis 2000 IU setiap hari atau 60000 IU tiap bulan selama 3 bulan aman. Ibu yang menyusui eksklusif dapat diberi suplementasi 400-2000 IU per hari.

  • Interaksi: vitamin D dapat memengaruhi kadar gula darah dan tekanan darah. Oleh karena itu, hati-hati bila dikonsumsi bersama dengan obat diabetes dan antihipertensi. Vitamin D juga dapat berinteraksi dengan obat-obatan yang bekerja dengan enzim sitokrom P450 di hati (contoh: antikejang-diazepam, fenitoin; antidepresi-amitriptilin; dll)
  • Rekomendasi American Academy of Pediatrics 2008:
  1. Bayi yang mendapat ASI eksklusif atau parsial sebaiknya mendapat 400 IU vitamin D, dimulai dari beberapa hari sejak kelahirannya. Suplementasi terus diberikan sampai bayi disapih atau mendapat minimal 1 liter per hari susu formula yang telah difortifikasi vitamin D atau susu whole milk (susu cair).
  2. Bayi yang tidak mendapat ASI dan anak yang minum susu formula <1 liter per hari juga perlu mendapat suplementasi 400 IU vitamin D setiap hari. Diet kaya vitamin D juga perlu diberikan dalam asupan sehari-hari. Remaja yang tidak mendapat 400 IU vitamin D per hari dari makanan terfortifikasi juga perlu disuplementasi vitamin D.
  3. Kadar 25-OH vitamin D dalam darah sebaiknya ≥50 nmol/L (20 ng/mL).
  4. Dosis 400 IU per hari mungkin tidak adekuat untuk mencegah defisiensi pada anak yang berisiko tinggi, seperti gangguan malabsorbsi lemak atau yang mengonsumsi obat antikejang dalam jangka panjang. Dosis yang lebih tinggi diperlukan pada anak risiko tinggi, sambil melakukan pemeriksaan 25-OH vitamin D setiap 3 bulanserta hormon paratiroid dan mineral tulang setiap 6 bulan samapi kadar normal.
  5. Dokter anak atau tenaga kesehatan lain perlu mengupayakan agar vitamin D terjangkau pada semua anak, terutama yang berisiko tinggi.
  • Shatrugna dkk, 2006: studi pada anak sekolah usia 6-16 tahun menunjukkan bahwa setelah 14 bulan suplementasi, terjadi peningkatan tinggi badan, berat badan, dan densitas mineral tulang pada leher paha dibandingkan kelompok plasebo. Hal itu membuktikan bahwa kadar kalsium dan vitamin D yang suboptimal dapat mempengaruhi tinggi badan dan kesehatan tulang.
  • Winzenberg TM dkk, 2009: suplementasi vitamin D tidak meningkatkan kepadatan mineral tulang (bone mineral density) pada anak sehat dengan kadar 25-OH vitamin D normal, tetapi mungkin bermanfaat bagi anak yang defisiensi vitamin D.
  • Tripkovic L dkk, 2012: vitamin D3 lebih efektif daripada D2 dalam meningkatkan kadar 25-OH vitamin D.
  • Belum ada rekomendasi mengenai suplementasi vitamin D dari Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Referensi:

  1. http://www.mayoclinic.org/drugs-supplements/vitamin-d/background/hrb-20060400
  2. Armstrong C. Am Fam Physician. 2009;80:196-8.
  3. Goswami R dkk. Indian J Med Res. 2008;127: 229-38.
  4. Wagner CL, dkk. Pediatrics. 2008;122:1142-52.
  5. Shatrugna V, dkk. Nutrition 2006; 22 : S33-9.
  6. Winzenberg TM, dkk. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2010, Issue 10. Art. No.: CD006944.
  7. Tripkovic L, dkk. Am J Clin Nutr. 2012;95:1357–64
Share artikel ini: