Catatan dari Para Pemimpin Global (Global Leaders Group) tentang Resistensi Antimikroba

Oktober 2021

Pesan Utama

Krisis iklim dan resistensi antimikroba – kemampuan mikroba untuk melawan obat-obatan yang dirancang untuk menghambat atau membunuh mereka – adalah dua ancaman terbesar dan yang paling rumit yang saat ini sedang dihadapi dunia. Manusia yang memperburuk kedua kondisi tersebut, tetapi sebenarnya manusia jualah yang bisa memperbaiki dan mengendalikan krisis tersebut.  Krisis iklim berdampak pada kesehatan manusia, kesehatan hewan, pangan, tanaman dan ekosistem lingkungan dan berbagai dampak tersebut dapat memengaruhi resistensi antimikroba.

Bukti menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi di alam akibat krisis iklim meningkatkan penyebaran penyakit menular, termasuk infeksi yang resistan terhadap antibiotik.

Tingginya penggunaan obat antimikroba di berbagai sektor memperburuk resistensi antimikroba. Dampak krisis iklim yang semakin berat, seperti cuaca ekstrem yang parah, kemungkinan akan mengakibatkan peningkatan penggunaan obat antimikroba pada manusia, hewan, dan tanaman.

Seiring dengan terus berkembangnya kedua krisis ini, diperkirakan akan memberikan dampak yang signifikan dan merusak perekonomian, kehidupan, dan mata pencaharian, terutama bagi negara-negara berpenghasilan rendah-menengah serta negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang.

Sebelum terlambat, diperlukan alokasi dana yang lebih besar, advokasi politik, dan tindakan global yang terkoordinasi untuk lebih memahami dan menanggapi ancaman resistensi antimikroba dan krisis iklim, dua ancaman yang saling terkait.

Selama ini, kita tidak menaruh perhatian besar terhadap keterkaitan antara resistensi antimikroba dan krisis iklim. Kita perlu memberikan perhatian yang jauh lebih besar, termasuk dalam rencana aksi nasional terkait resistensi antimikroba. Saat ini tidak ada inisiatif global yang secara khusus terfokus pada ketersinggunan antara kedua krisis ini.

1.   Krisis iklim sudah memengaruhi pola penyakit menular dan semakin memperburuk tantangan sektor kesehatan, yang dapat menyebabkan peningkatan penggunaan obat antimikroba dan resistensi antimikroba.[1]

Banyak penyakit yang sensitif terhadap iklim dan perubahan kondisi lingkungan serta perubahan suhu bumi dapat menyebabkan peningkatan penyebaran berbagai penyakit yang ditularkan melalui bakteri, virus, parasit, jamur, dan penyakit yang ditularkan melalui vektor manusia, hewan, dan tanaman. Beberapa contoh di antaranya adalah perubahan pola penyebaran dan distribusi cacing parasit.[2], agas/sandfly dan malaria yang makin meluas. Meningkatnya prevalensi penyakit dapat mengakibatkan meningkatnya penggunaan obat antimikroba yang tidak tepat, sehingga memperburuk resistensi antimikroba. Salah satu contohnya adalah parasit malaria yang telah menunjukkan resistensi terhadap hampir semua obat antimalaria yang saat ini tersedia. .[3]

2.   Krisis iklim mengubah alam, sehingga lebih mempermudah maraknya penyebaran dan berkembang biaknya mikroba yang resistan terhadap antimikroba.

Studi menunjukkan bahwa seiring meningkatnya suhu global dan lokal akibat krisis iklim, resistensi antimikroba dan tingkat infeksi bakteri meningkat pada manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan.[4,5] Misalnya, resistensi fungisida pada tanaman dapat meningkat seiring dengan meningkatnya suhu.[6]

Krisis iklim juga dapat dapat menyebabkan muncul dan menyebarnya ancaman baik ancaman penyakit yang baru maupun kemunculan kembali penyakit infeksi yang sudah lama menghilang (re-emerging). Misalnya, Candida auris( jamur patogen mematikan yang sering resistan terhadap berbagai obat),[7]

Semakin banyak pula penelitian menunjukkan bahwa ketika permafrost (tanah beku) di Arktik mencair akibat pemanasan global, bisa terjadi pelepasan patogen kuno yang telah lama berada dalam status dorman dan terperangkap dalam es.[8]. Patogen yang muncul (baik patogen baru maupun patogen yang muncul kembali) mungkin tidak dapat diobati atau mengandung mekanisme resistensi baru yang menyebabkannya dapat menyebar.

 

3.   Frekuensi dan tingkat keparahan cuaca ekstrem dan bencana alam akan meningkat karena krisis iklim dan dapat merusak infrastruktur serta meningkatkan penyebaran infeksi yang resistan terhadap obat. Ketersediaan air bersih, sanitasi dan kebersihan (WASH) serta pengelolaan air limbah di berbagai sektor sangat penting untuk mengurangi risiko ini.

Makin banyaknya kejadian cuaca ekstrem dan bencana alam seperti siklon tropis, topan, badai, gelombang panas, banjir, dan kebakaran hutan[9] dapat meningkatkan resistensi antimikroba. Bencana alam dapat menyebabkan perpindahan penduduk, sehingga dapat meningkatkan penyebaran infeksi dan penyakit yang resistan terhadap obat dan menambah tekanan terhadap sistem kesehatan.[10,11,12]. Para pengungsi kesulitan akses pada perumahan yang layak, fasilitas kesehatan termasuk vaksinasi,i dan WASH (Water Sanitation and Hygiene),

Meningkatnya frekuensi, curah hujan ekstrem dan badai juga dapat merusak infrastruktur pengelolaan air limbah dan saluran pembuangan serta meningkatkan risiko banjir, pencemaran air banjir, luapan saluran pembuangan, dan limpasan pertanian. Karena mikroba yang resistan terhadap antimikroba dapat menyebar melalui saluran air, tanah, udara, dan satwa liar,[13] hal ini dapat meningkatkan penyebaran infeksi yang resistan terhadap obat dan membawa mikroba yang resistan obat ke penduduk dan lingkungan sekitar.[14]

4.   Krisis iklim menambah tekanan terhadap sistem produksi pangan, yang dapat menyebabkan peningkatan penggunaan obat-obatan antimikroba di bidang pertanian untuk memenuhi permintaan pangan global.

Krisis iklim memberikan tekanan yang lebih besar pada keamanan pangan global dan sistem pangan serta dapat memperburuk penyakit tanaman dan hewan serta kerugian produksi.[15,16] Penggunaan antibiotik dan agen antijamur untuk mengobati infeksi pada tanaman juga diperkirakan akan meningkat karena pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya tidak efektif.[17] Peningkatan penggunaan antimikroba yang tidak tepat dapat memicu peningkatan resistensi antimikroba.

Krisis perubahan iklim dan resistensi antimikroba yang semakin meningkat diperkirakan akan berdampak buruk pada keberlanjutan akuakultur. Krisis iklim memengaruhi suhu global, permukaan laut, pola curah hujan, penyebaran penyakit, dan ledakan pertumbuhan alga, yang semuanya berdampak pada industri akuakultur, terutama di wilayah pesisir.[18] Lingkungan akuakultur di sebagian besar negara sudah mengalami resistensi antimikroba yang tinggi.

5. Ancaman ganda akibat krisis iklim dan resistensi antimikroba akan menimbulkan dampak paling berat pada negara-negara berpenghasilan rendah- menengah serta negara-negara berkembang di pulau kecil.

Ancaman ganda , yakni meningkatnya resistensi antimikroba dan krisis iklim, akan berdampak signifikan pada negara-negara ekonomi rendah dan menengah (Lower Middle Income Country = LMIC) serta Negara Berkembang Pulau Kecil (Small Island Developing State = SIDS), yang mayoritas belum memiliki rencana aksi yang didanai untuk mengatasi resistensi antimikroba.[19] Krisis iklim akan memberikan dampak lebih berat terhadap negara-negara kepulauan, karena mereka lebih rentan atas meningkatnya suhu dan permukaan laut, siklon tropis, dan perubahan pola curah hujan.[20] Dampak terburuk akan dialami oleh SIDS akibat hilangnya nyawa, kerusakan infrastruktur dan bangunan, pengungsian, dan dampak pada sektor-sektor utama, termasuk pariwisata, dapat melumpuhkan perekonomian mereka.[21] Pada saat yang bersamaan, bertambahnya tingkat resistensi antimikroba diperkirakan akan menyebabkan kenaikan kemiskinan yang ekstrem dan pengurangan PDB (Produk Domestik Bruto) global tahunan yang signifikan.[22]

6.  Diperlukan lebih banyak penelitian dan surveilans untuk memperkuat bukti terkait dampak  krisis iklim terhadap resistensi antimikroba dan untuk mendorong gerakan aksi politik.

Meski sudah terlihat hubungan yang jelas antara krisis iklim, peningkatan suhu, penyebaran infeksi dan resistensi antimikroba, interaksi antara kedua krisis ini rumit dan bukti penelitian masih relatif sedikit. Diperlukan lebih banyak penelitian dan surveilans multidisiplin untuk mengembangkan basis bukti yang lebih kuat dan dapat ditindaklanjuti. Tantangan utama terletak pada penerjemahan ilmu pengetahuan dari dua masalah kompleks ini ke dalam bahasa yang dapat dipahami oleh para pemimpin politik, pembuat kebijakan, media, dan masyarakat umum.

 

7.  Perlu ditingkatkan advokasi politik dan pendanaan agar masalah resistensi antimikroba akibat isu krisis iklim ini mendapat perhatian besar. Advokasi dan pendanaan juga dibutuhkan untuk membangun ketahanan terhadap kedua isu tersebut.

Selama ini, keterkaitan antara resistensi antimikroba dan krisis iklim telah terabaikan. Diperlukan lebih banyak advokasi politik tingkat tinggi untuk membantu menarik perhatian dan membuat mainstream isu resistensi antimikroba sebagai masalah krisis iklim dan memastikan bahwa perspektif resistensi antimikroba dimasukkan dalam diskusi tingkat tinggi tentang krisis iklim. Pengembalian investasi diharapkan jauh lebih besar dibandingkan biaya pengendalian dan mitigasi krisis iklim maupun resistensi antimikroba.[23] Pendanaan tambahan juga diperlukan untuk lebih memahami dan menanggapi hubungan lintas sektoral antara kedua krisis ini dan untuk memasukkan keterkaitan di antara keduanya ke dalam strategi dan inisiatif One Health yang ada.

Sumber: Global Leaders Group On Antimicrobial Resistance


  1. The term ‘climate crisis’ refers to global warming and climate change. Climate change refers to changes that alter the global atmosphere composition and are directly or indirectly attributed to human activity (UNFCCC [1992]. Available here.) The effects of this include increases in global temperatures and in the frequency and intensity of extreme weather events (IPCC [2018]. Available here.)
  2. Fox, N et (2015). ‘Climate-driven tipping-points could lead to sudden, high-intensity parasite outbreaks’. Royal Society Open Science. Available here.
  3. WHO (2001). ‘Drug Resistance in Malaria’. Available here.
  4. McGough, S et (2020). ‘Rates of increase of antibiotic resistance and ambient temperature in Europe: a cross-national analysis of 28 countries between 2000 and 2016’. Eurosurveillance. Available here.
  5. A 2018 study found that a 10°C increase in local temperature was associated with an increase in antibiotic resistance of 2.2 -2% for the common bacterial pathogens Escherichia. Coli, Klebsiella pneumoniae and Staphylococcus aureus (MacFadden, D et al. [2018]. Available here), all of which already have high rates of antibiotic resistance (WHO. ‘Antimicrobial Resistance’. [webpage]. Available here.)
  6. HE, M et (2018).‘Slow and temperature-mediated pathogen adaptation to a non specific fungicide in agricultural ecosystem’. EvolAppl. Available here.
  7. Multi-drug-resistant refers to pathogens that are resistant to more than one antimicrobial
  8. Revich, B et al. (2011). ‘Thawing of permafrost may disturb historic cattle burial grounds in East Siberia’. Global Health Available here.
  9. IPCC (2021) ‘Climate Change 2021: The Physical Science Contribution of Working Group I to the Sixth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change’. Available here.
  10. Gowrisankar, G et (2017) ‘Chemical, microbial and antibiotic susceptibility analyses of groundwater after a major flood event in Chennai’. Nature Scientific Data. Available here.
  11. Pingfeng, Y et (2018) ‘Elevated Levels of Pathogenic Indicator Bacteria and Antibiotic Resistance Genes After Hurricane Harvey’s Flooding in Houston’. Environ.Sci.Technol.Lett. Available here.
  12. WRI (2021).*‘Mainstreaming Climate Adaptation Planning and Action into Health Systems in Fiji, Ghana, and Benin’.*Available here.
  13. UNEP.Antimicrobial Resistance: A global threat [webpage] Available here.
  14. UNEP(2017).‘Frontiers 2017 Emerging Issues of Environmental Concern’. Available here. (Pg.14)
  15. Mbow, C et al. (2019): Food In ‘Climate Change and Land: an IPCC special report on climate change, desertification, land degradation, sustainable land management, food security, and greenhouse gas fluxes in terrestrial ecosystems’. [Shukla, P et al.] Available here. (Pg. 450)
  16. From 1981 to 2019 crop yield potential for maize, winter wheat, soybean, and rice has followed a consistently downward trend, with reductions relative to baseline of 5.6% for maize, 1% for winter wheat, 4.8% for soybean, and 1.8% for rice [Watts et al. (2020). ‘The 2020 report of the Lancet Countdown on Health and Climate Change: Responding to Converging Crises’. The Lancet. Available here.]
  17. FAO (2018). ‘Antimicrobial Resistance and Foods of Plant Origin’. Available here.
  18. Maulu,S et al (2021).‘Climate Change Effects on Aquaculture Production: Sustainability Implications, Mitigation, and Adaptations’. Available here.
  19. Nurse,L et (2014): Small islands. In ‘Climate Change 2014: Impacts, Adaptation, and Vulnerability. Part B: Regional Aspects. Contribution of Working Group II to the Fifth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change’. [Barros, V et al] Available here. (Pg. 1616)
  20. UNFCCC (2005). *‘Climate change, small island developing ’*Available here.
  21. World Bank (2017). ‘Drug-Resistant Infections: A Threat to Our Economic ’Available here.
  22. Ibid
  23. Hallegatte, S et al (2019). ‘Lifelines: The Resilient Infrastructure Sustainable Infrastructure’. World Bank. Available here.
Share artikel ini: