Di lapangan:

“Banyak kita lihat masyarakat mengonsumsi suplemen, dan salah satu suplemen populer adalah kalsium. Fenomena itu muncul karena kekhawatiran mengalami fraktur di kemudian hari. Ditambah lagi dengan iklan yang bermunculan di media massa. Lalu apakah benar suplemen kalsium ampuh mencegah fraktur? Dan apakah benar-benar aman?”

De Rhetorica:

  • Kalsium adalah mineral penting bagi kesehatan tulang. Kalsium didapatkan dari makanan ataupun suplemen. Suplemen kalsium sering dikombinasikan dengan vitamin D karena vitamin D membantu penyerapan kalsium. Tidak hanya kesehatan tulang, kalsium juga dikaitkan dengan efek proteksinya terhadap kanker, diabetes, dan hipertensi, meskipun perlu penelitian lebih lanjut.
  • Jumlah kalsium yang dikonsumsi hendaknya tidak melebihi batas maksimal. Berikut adalah rekomendasi kebutuhan harian kalsium berdasarkan jenis kelamin dan usia.
Jenis Kelamin Kebutuhan Harian Batas Atas
Laki-laki:

19-50 tahun

51-70 tahun

>70 tahun

1000 mg

1000 mg

1200 mg

2500 mg

2000 mg

2000 mg

Perempuan:

19-50 tahun

>50 tahun

1000 mg

1200 mg

2500 mg

2000 mg

  • Sediaan kalsium terdapat beberapa jenis di pasaran, namun yang terpenting diperhatikan adalah jumlah kalsium elementalnya, seperti:
    • Kalsium karbonat (40% kalsium elemental)
    • Kalsium sitrat (21% kalsium elemental)
    • Kalsium glukonas (9% kalsium elemental)
    • Kalsium laktat (13% kalsium elemental).
    • Sebagai contoh, ketika kita mengonsumsi 1000 mg tablet kalsium karbonat, maka jumlah kalsium elemental yang terserap dalam tubuh adalah 40%nya = 400 mg.
    • Efek samping: konstipasi, perut kembung. Jenis kalsium karbonat yang paling sering menyebabkan konstipasi.
    • Interaksi obat: diskusikan dengan dokter anda kemungkinan interaksi suplemen kalsium dengan obat anti-hipertensi, obat tiroid, bifosfonat, dan antibiotik.
    • Risiko: batu ginjal, kanker prostat, konstipasi, penumpukan kalsium di pembuluh darah, dan terganggunya penyerapan mineral besi dan seng.
    • Suplemen Kalsium – Fraktur:

Bukti ilmiah mengenai suplementasi kalsium mencegah fraktur masih kontroversi. Ada yang mengatakan bermanfaat, ada juga yang tidak. US Preventive Service Task Force (USPSTF) menyatakan:

  • Baik perempuan pra-menopause dan laki-laki, belum ada bukti kuat suplementasi kalsium (kombinasi vitamin D) mencegah fraktur.
  • Pada perempuan pasca-menopause, terdapat bukti kuat bahwa suplementasi kombinasi kalsium 1000 mg+vitamin D 400 IU tidak mencegah fraktur.
  • Suplementasi vitamin D (800 IU) diperlukan lansia ≥65 tahun yang mempunyai risiko jatuh atau riwayat jatuh, serta yang mengalami defisiensi vitamin D.
  • Perlu dilakukan skrining osteoporosis pada perempuan ≥65 tahun dan perempuan usia muda yang berisiko.
  • Suplemen Kalsium – Risiko Penyakit Jantung:
    • Kekhawatiran akan bahaya suplemen kalsium mulai muncul setelah beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko penyakit jantung. Bolland dkk memaparkan risiko infark jantung 2x lebih tinggi serta stroke dan kematian mendadak lebih sering pada perempuan pasca-menopause yang mengonsumsi suplemen kalsium daripada yang tidak. Tiga tahun kemudian, peneliti yang sama mempublikasikan bahwa baik suplemen kalsium saja maupun kombinasi kalsium-vitamin D meningkatkan risiko infark jantung 1,24 kali dan stroke 1,15x pada perempuan pasca-menopause.
    • Xiao dkk menemukan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah (cardiovascular disease/CVD) pada 7904 laki-laki dan 3874 perempuan dari 388.229 subjek berusia 50-71 tahun selama pemantauan 12 tahun. Dibandingkan yang tidak mengonsumsi, laki-laki yang mengonsumsi kalsium >1000 mg/hari berisiko kematian akibat CVD lebih tinggi 1,2x. Risiko itu pun semakin meningkat ketika kalsium yang dikonsumsi ≥1500 mg/hari dan merokok. Namun risiko tidak ditemukan pada perempuan. Kalsium menyebabkan kalsifikasi pembuluh darah dan berperan menyebabkan aterosklerosis (sumbatan lemak pada pembuluh darah).
    • Di sisi lain, asupan kalsium yang berasal dari makanan/diet ternyata tidak meningkatkan risiko CVD. Hal itu dibuktikan dari studi di Belanda, Jepang, dan Amerika. Mengapa demikian belum dapat dijelaskan. Bahkan, studi pada perempuan di Iowa (Amerika Serikat) dan laki-laki di Swedia menunjukkan asupan kalsium dari makanan menurunkan risiko CVD.
    • Skrining osteoporosis menggunakan alat dual-energy x-ray absorptiometry (DXA). Alat itu akan mengukur kepadaran mineral tulang pada paha dan tulang punggung. USPSTF tidak merekomendasikan skrining osteoporosis dilakukan pada semua umur, namun hanya pada lansia usia ≥65 tahun atau perempuan usia muda yang berisiko. USPSTF juga menyimpulkan belum ada keuntungan signifikan skrining osteoporosis pada laki-laki. Rekomendasi lain skrining osteoporosis pada laki-laki dapat dilakukan usia ≥70 tahun. Untuk menilai risiko fraktur, dapat menggunakan kuesioner fracture risk assessment (FRAX) yang dikembangkan WHO dan tersedia online (http://www.shef.ac.uk/FRAX/). Kuesioner itu akan memprediksi fraktur dalam 10 tahun yang akan datang. Parameter kepadatan mineral tulang dalam kuesioner itu tidak perlu diisi bila memang belum pernah periksa.
    • Beberapa faktor risiko osteoporosis:
      • Risiko yang tidak dapat dimodifikasi: usia lanjut, jenis kelamin perempuan, ras Asia/kulit putih, riwayat keluarga dengan osteoporosis, riwayat jatuh.
      • Risiko yang dapat dimodifikasi: merokok, asupan kalsium rendah, vitamin D kurang (baik asupan maupun paparan sinar matahari), berat badan rendah (indeks massa tubuh <21 kg/m2), defisiensi estrogen, hipogonad, terapi steroid jangka panjang.
      • Suplemen kalsium hendaknya tidak dikonsumsi oleh semua orang. Pelajari faktor risko dan diskusikan dengan dokter anda.

Referensi:

  1. http://www.mayoclinic.org/healthy-living/nutrition-and-healthy-eating/in-depth/calcium-supplements/art-20047097?pg=1
  2. US Preventive Service Task Force. Am Fam Physician. 2011;83:1197-200.
  3. Sweet MG dkk. Am Fam Physician. 2009;79:193-200.
  4. Bolland MJ dkk. BMJ. 2008;336:262-6.
  5. Bolland MJ dkk. BMJ. 2011;342:d2040.
  6. Xiao Q dkk. JAMA Intern Med. 2013;173:639-46.
  7. Wilkins CH. Clin Interv Aging. 2007;2:389-94.
Share artikel ini: