Pakaian pelindung bagi tenaga kesehatan bagaikan benteng pertahanan yang utama dalam menghadapi penyakit menular. Para tenaga kesehatan menjadi salah satu anggota kelompok rentan dalam wabah Covid-19 karena berisiko terpapar virus SARS Cov-2 saat menangani pasien. Oleh karena itu, alat pelindung diri (APD) berperan sangat penting dalam mencegah penularan pada penggunanya.
APD yang digunakan antara lain adalah baju pelindung. Spesifikasi khusus diperlukan untuk mendapat perlindungan yang optimal. Spesifikasi tersebut antara lain jenis bahan baju, bentuk dan ukuran baju dan sebagainya.
Jalur utama transmisi penyakit
Sebelum menentukan jenis APD yang akan digunakan, penting untuk mengetahui bahaya dan risiko pajanan penyakitnya. CDC membagi jalur utama transmisi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Kontak (langsung maupun tidak langsung), ini paling umum terjadi. Kontak langsung terjadi saat mikroorganisme penyebab penyakit berpindah secara langsung dari satu orang ke orang lain.
2. Respirasi droplet yang mengandung mikroorganisme saat penderita penyakit sedang batuk, bersin, atau bahkan berbicara.
3. Penyebaran melalui udara (airbone) terjadi saat droplet berukuran sangat kecil (nuklei) atau partikel-partikel kecil yang mengandung mikroorganisme terhirup masuk dalam tubuh.
Penggunaan baju pelindung yang layak dan tepat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kontak dan paparan terhadap droplet.
Risiko pajanan penyakit juga tergantung pada tahapan penyakit dan tingkat keparahan gejalanya. Selain itu, kontak dekat dengan pasien dan alat-alat kesehatan invasif juga akan meningkatkan kemungkinan terjadi transmisi penyakit.
Faktor- faktor lain yang penting untuk menilai tingkat risiko pajanan pada fasilitas kesehatan antara lain sumber dan cara penularan, jenis kontak, tekanan, durasi dan jenis tugas pengguna APD.
Musuh yang tak kasat mata
Kemampuan mikroorganisme untuk menembus bahan pakaian pelindung tergantung dari beberapa faktor, yaitu:
1. Materi fisik dan kimiawi bahan pakaian: termasuk ukuran pori-pori dan daya kedap air.
2. Bentuk, ukuran dan karakteristik mikroorganisme: termasuk morfologi, motilitas dan daya adaptasi terhadap lingkungan yang ekstrim.
3. Karakteristik pembawa mikroorganisme: termasuk kondisi permukaannya, volume dan viskositas.
4. Faktor-faktor eksternal: termasuk kondisi fisik, kimia dan suhu.
Secara umum jamur lebih besar daripada bakteri, dan bakteri lebih besar daripada virus. Virus sendiri memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Contohnya: virus HIV bentuknya seperti bola dan berdiameter 100-120 nanometer (nm). Virus Ebola adalah virus dengan rantai tunggal RNA dengan bentuk berserabut, panjang partikel berkisar 974–1.086 nm dan rata-rata diameternya 80 nm. Sementara SARS CoV-2, virus penyebab Covid-19, berbentuk bulat atau elips dan sering kali pleomorfik, dengan diameter berkisar 60-140 nm. Bentuk dan ukuran yang bervariasi tersebut akan mempengaruhi kemampuan mereka menembus bahan APD.
Mikroorganisme-mikroorganisme tersebut dibawa oleh pembawa (karier) seperti cairan tubuh, sel kulit, serat kain, debu dan droplet (butir-butir kecil air dari saluran napas dan mulut). Setetes kecil droplet dapat membawa banyak mikroorganisme. Mikroorganisme dapat masuk ke dalam berbagai jenis bahan tanpa kasat mata. Oleh karena itu perlu dipastikan bahwa mikroorganisme tidak dapat menembus semua bagian pakaian pelindung termasuk melalui celah jahitannya.
Memilih pakaian pelindung
Hal-hal kritis yang penting untuk diperhatikan saat memilih pakaian pelindung antara lain kekuatan bahan dan jahitan, bahan pelapis pada jahitan atau penutupnya, ukuran bahan dan sebagainya.
Pakaian pelindung yang ukurannya terlalu kecil bisa sobek saat pemakainya berjongkok, membungkuk atau merentangkan tangan. Sebaliknya ukuran pakaian yang terlalu besar bisa tersangkut pada benda-benda lain.
Jahitan pakaian pelindung penting pula diperhatikan untuk menjamin pakaian pelindung tidak tembus oleh cairan tubuh maupun darah.
Cara mengenakan dan melepas pakaian pelindung juga penting dipertimbangkan. Mudah atau sulitnya mengenakan dan melepas pakaian pelindung dapat mempengaruhi efektivitas dan potensi mengkontaminasi diri sendiri, khususnya saat melepas APD yang sudah terkontaminasi.
Selain- faktor-faktor tersebut perlu pula diperhatikan:
Kekuatan bahan (terhadap abrasi, kekuatan bahan saat direntangkan, kekuatan jahitan), kenyamanan (permeabilitas), tahan api, elektrostatik, biaya, ketersediaan pakaian, faktor ergonomik dan penggunaannya secara terintegrasi dengan peralatan pelindung lainnya.
Uji Standar Pakaian Pelindung
Untuk memastikan pakaian pelindung aman digunakan, ditetapkan berbagai metode uji standar. Amerika Serikat biasanya menggunakan metode American Society of Testing and Materials International (ASTM), sedangkan negara-negara Eropa menggunakan metode International Organization for Standardization (ISO).
Uji |
Bahan penguji |
Tujuan |
Intepretasi hasil |
AATCC 42 Dampak penetrasi |
Air |
Menguji kemampuan bahan menahan masuknya air yang disemprotkan. |
Hasil rendah (gram kenaikan berat dalam kertas hisap) berarti bahan lebih tahan terhadap penetrasi air. |
AATCC 127 EN 20811 Tekanan hidrostatik |
Air |
Menguji kemampuan bahan menahan masuknya air saat kontak terus menerus dengan tekanan yang meningkat. |
Hasil tekanan hidrostatik yang lebih tinggi (dalam kolom air, satuan cm atau inci) berarti bahan lebih tahan terhadap penetrasi air |
EN ISO 22612 Resistensi terhadap penetrasi mikroba – kering |
Bedak yang terkontaminasi (Bacillus Subtilis) |
Menguji kemampuan bahan saat kering untuk menahan masuknya partikel-partikel yang membawa mikroorganisme-mikroorganisme |
Unit pembentuk koloni (colony forming units = CFU) yang lebih rendah berarti bahan lebih resisten terhadap penetrasi mikroba kering |
EN ISO 22610 Resistensi terhadap penetrasi mikroba – basah |
Suspensi Staphylococcus aureus |
Menguji resistensi bahan terhadap penetrasi bakteri yang ada dalam cairan, sambil |
Jumlah koloni yang terbentuk setelah inkubasi dapat dilihat pada indeks barrier (IB), angka IB yang lebih tinggi berarti bahan lebih resisten terhadap penetrasi mikroba basah (IB=6 adalah angka maksimal yang bisa dicapai, artinya tidak ada penetrasi) |
ASTM F1670 Uji penetrasi darah sintetik |
Darah buatan |
Menguji kemampuan resisten bahan terhadap penetrasi darah sintetik saat kontak terus menerus |
“Pass” (=lolos) artinya bahan resisten terhadap penetrasi darah sintetik dengan tekanan 2 psi (13.8 kPa) |
ISO 16603 Uji penetrasi darah sintetik |
Bahan yang lolos uji ini pada tingkat tekanan yang lebih tinggi dianggap lebih resisten terhadap penetrasi darah buatan pada tekanan khusus (tekanan berkisar 0 kPa hingga 20 kPa) |
||
ASTM F1671 Uji penetrasi virus |
Suspensi bakteriofag (Phi X-174) |
Menguji kemampuan resisten bahan terhadap penetrasi mikroorganisme saat kontak terus menerus |
“Pass” (=lolos) artinya bahan resisten terhadap penetrasi virus dengan tekanan 2 psi (13.8 kPa) |
ISO 16604 Uji penetrasi virus |
Bahan yang lolos uji ini pada tingkat tekanan yang lebih tinggi dianggap lebih resisten terhadap penetrasi virus pada tekanan khusus (tekanan berkisar 0 kPa hingga 20 kPa) |
Dengan adanya uji standar tersebut, diharapkan pakaian pelindung sudah teruji secara meyakinkan terhadap risiko pajanan virus maupun media pembawanya. (Syl)
Sumber:
https://www.cdc.gov/niosh/npptl/topics/protectiveclothing/default.html