Mendiskusikan seks dengan anak remaja Anda dapat membantu mereka membuat pilihan yang lebih baik.

Apa yang anak-anak yang pikirkan tentang seks dapat membuat kita terkejut, namun tindakan seksual apa yang mereka lakukan—dan kapan mereka melakukannya—dapat membuat kita lebih terkejut lagi. Dalam sebuah penelitian di AS lebih dari 1000 ABG (anak berusia 11-14 tahun) yang diselenggarakan oleh Liz Clairborne Inc. dan loveisrespect.org, hampir separuhnya mengatakan bahwa mereka mempunyai pacar, dan satu dari empat anak mengatakan bahwa seks oral atau berhubungan intim adalah bagian dari romantika remaja. Pandangan orang tua? Hanya 7% orang tua yang disurvei dalam penelitian ini berpikir bahwa anak mereka tidak lebih dari sekedar “bercumbu”.

Subyek tentang seks begitu peka sehingga beberapa orang tua menunda membicarakan hal tersebut dengan  anak-anak mereka, dengan berpikir bahwa anak mereka masih terlalu kecil atau karena mereka tidak yakin harus berkata apa. Mereka “akhirnya duduk membicarakan hal tersebut,” kata Dr. Mark Schuster, kepala bagian anak di Children’s Hospital Boston, “dan ternyata anak remaja mereka sudah berhubungan seks.” (Usia rata-rata hubungan seks pertama kali di AS adalah 16 tahun, menurut Centers for Disease Control)

Kabar baiknya adalah banyak bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya mendiskusikan seks dengan mereka lebih waspada daripada teman sebayanya—lebih cenderung menunda seks atau menggunakan kontrasepsi. Mereka juga mempunyai pasangan yang lebih sedikit. Pelatihan bagi orang tua juga membantu. Orang tua yang berpartisipasi dalam program pelatihan tentang bagaimana melakukan pembicaraan sulit tersebut, menurut Schuster, memiliki kecenderungan enam kali dibanding kelompok kontrol dalam mendiskusikan kondom dengan anak-anak mereka. Lalu apa yang orang tua pelajari? Berikut adalah tips untuk melakukan obrolan tentang seks:

1. Cari momen yang pas. Daripada berkata “ini waktunya membicarakan tentang ‘itu’,” biarkan topik tersebut muncul secara alami—katakanlah saat menonton adegan percintaan dalam video atau saat melewati pasangan di kursi taman. Hal ini membantu Anda berpikir tentang kata-kata pembuka.

2. Jangan ragu dengan perasaan Anda sendiri. Anda tahu bahwa Anda tidak ingin anak Anda yang masih kelas 9 hamil, tetapi apakah seks oral boleh? Bagaimana perasaan Anda tentang putri Anda berpacaran dengan anak laki-laki dengan santainya? Pertimbangkan pesan apa yang Anda ingin anak Anda dengarkan.

3. Antisipasi jalan buntu yang mungkin anak remaja Anda pasang. Jika mereka cenderung berkata “he eh,” coba berikan pertanyaan terbuka atau sarankan berbagai kemungkinan yang mungkin dirasakan dalam situasi tersebut.

4. Jadilah pendengar yang baik. Hindari menguliahi dan jangan menginterupsi begitu anak Anda membuka diri. Katakan dengan kata-kata Anda sendiri apa yang Anda dengar dan kenali perasaannya.

5. Bantu anak Anda mempertimbangan baik buruknya berbagai pilihan dalam hal-hal yang berhubungan dengan seks.

6. Hubungkan seks dan keintiman fisik dengan cinta, peduli dan menghargai diri dan pasangan mereka.

7. Ajarkan strategi untuk mengelola tekanan seksual. Mungkin putri Anda tidak mengetahui bahwa ia bisa saja mengajak pergi ke bioskop atau restoran daripada bersantai dengan pacarnya di sofa tanpa pengawasan orang dewasa. Atau mungkin ia tidak tahu bahwa ia bisa membuat peraturan yang jelas dan berpegang teguh pada peraturan itu (seperti tidak boleh menyentuh di bawah pinggang). Diskusikan bahwa “kalau tidak berarti tidak.” Strategi sederhana seperti beranjak pergi ke kamar mandi dapat memberi waktu untuk menenangkan diri.

8. Buat obrolan Anda terus berlanjut—bukan sekedar mengobrol sekali atau dua kali. Untuk tips lebih lanjut tentang bagaimana berbicara dengan anak tentang seks dan isu sensitif lainnya, kunjungi Children Now, suatu panduan dari sebuah organisiasi nonprofit untuk berbicara dengan anak segala usia tentang hal-hal yang berhubungan dengan seks. Atau American Academy of Child & Adolescent Psychiatry’s “Facts for Families.”

Sumber: http://www.newsweek.com/2008/07/30/talking-the-talk.html

Catatan redaksi:

Perlu diingat bahwa artike ini bersumber dari negara yang memiliki kultur dan nilai yang mungkin tidak sama dengan Indonesia dan adat/agama/keyakinan /nilai yang Anda miliki.

Share artikel ini: