Seorang anak dikatakan konstipasi jika memenuhi 2 kriteria atau lebih ciri-ciri berikut ini yang berlangsung lebih dari 8 minggu:

–        Buang air besar kurang dari 3 kali selama seminggu

–        Lebih dari 1x mengalami kecepirit dalam seminggu

–        Tinja yang besar atau terabanya tinja di daerah perut

–        Gerakan menahan buang air besar

–        Nyeri saat buang air besar

Pada bayi yang masih ASI eksklusif, buang air besar dapat sesering frekuensi menyusui atau dapat sangat jarang (setiap 7 sampai 10 hari). Pada bayi yang menyusu susu formula, buang air besar minimal setiap tiga hari sekali. Bentuk dan kekerasan tinja harus menjadi pertimbangan utama pada bayi dalam mendiagnosis konstipasi, bukan dari frekuensinya.

Konstipasi dapat menyebabkan anak mengalami hal-hal berikut:

–        Kram perut. Nyeri perut yang hilang timbul.

–        Anak kurang merasa lapar dari biasanya.

–        Anak lebih rewel dan tidak nyaman.

–        Dapat terbentuk fisura (robekan halus) di dinding anus yang dapat memperburuk proses buang air besar karena nyeri dan berdarah. Adanya fisura ani dapat menjadi lingkaran setan pada gangguan konstipasi. Nyeri akibat fisura ani menyebabkan anak tidak mau buang air besar. Semakin anak menahan buang air besar, tinja akan semakin keras. Tinja yang semakin keras akan meregangkan dinding anus dan menyebabkan robekan semakin berat. Robekan tersebut menimbulkan nyeri dan seterusnya.

–        Anak berperilaku yang bertujuan menahan buang air besar dan menahan sakit seperti jongkok, menyilangkan kaki, dan menolak duduk di toilet.

Konstipasi yang berlangsung dalam waktu lama, dapat menyebabkan anak sering kecepirit. Hal tersebut disebabkan oleh sumbatan usus besar oleh tinja yang mengeras dalam waktu yang cukup lama. usus besar meregang dan menajdi kendur sehingga anak tidak dapat mengenali rangsangan buang air besar. Tinja dapat keluar tanpa dirasakan oleh anak.

Penyebab umum konstipasi adalah:

–        Intoleransi terhadap produk susu sapi dapat muncul pada 3 tahun pertama kehidupan.

–        Penyakit Hirschsprung memiliki gejala tidak keluarnya mekonium saat 48 jam pertama kehidupan.

–        Penyebab lain yang jarang seperti gangguan gerakan usus besar, penyakit seliak, hipotiroid, hiperkalsemia dan gangguan saraf.

Faktor risiko yang dapat menyebabkan konstipasi adalah:

–        Kecenderungan secara alamiah. Beberapa anak secara alami memiliki gerakan usus yang lebih lambat. Pada anak-anak seperti ini, memiliki frekuensi buang air besar lebih jarang tetapi tidak ada keluhan lain yang bermakna dan tidak mengganggu aktivitas.

–        Kebiasaan tidak menghiraukan rangsangan buang air besar. Pada anak-anak, konstipasi sering disebabkan oleh menahan buang air besar, dan tidak menghiraukan rangsangan buang air besar. Biasanya karena anak sibuk bermain atau menonton televisi.

–        Trauma saat buang air besar. Anak cenderung menahan buang air besar karena pengalaman menakutkan sebelumnya seperti melihat kecoa di kamar mandi, nyeri saat buang air besar (fisura ani), jatuh di toilet, dan lain-lain.

–        Anak berada pada lingkungan yang tidak biasa. Jika anak bersekolah atau melakukan kegiatan ekstrakulikuler dan anak menolak buang air besar di luar rumah sehingga anak menahan buang air besar. Hal tersebut bisa disebabkan oleh toilet umum yang tidak nyaman, kotor atau anak yang tidak mau buang air besar jika tidak di rumahnya.

–        Diet yang buruk. Konstipasi dapat disebabkan oleh kurangnya serat dan cairan atau terlalu banyak mengkonsumsi susu sapi. Diet tinggi serat dan banyak minum dianggap dapat mencegah konstipasi, namun saat konstipasi sudah terjadi sebaiknya tidak melakukan intervensi diet saja namun harus mendeteksi juga kemungkinan penyebab lain karena akan menunda diagnosis penyakit organik lain yang lebih serius.

–        Fisura ani. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa fisura ani (robekan pada anus) dapat menyebabkan lingkaran setan.

Tata laksana konstipasi adalah memastikan feces dapat dikeluarkan dengan mudah.  Tata laksana konstipasi terdiri dari:

  1. Kebiasaan defekasi yang baik.

Latihlah anak untuk mengontrol pola defekasinya. Dudukkan anak di toilet secara rutin.

  • Tiga sampai lima menit setelah sarapan, makan siang, dan makan malam, dudukkan anak di toilet meskipun anak tidak buang air besar.  Biarkan anak duduk di toilet selama 3-5 menit.
  • Gunakan timer untuk menghindari berdebat dengan anak mengenai waktu.
  • Berikan dukungan dengan pujian dan hadiah jika anak mampu mengontrol defekasinya dengan baik.
  • Ingatkan anak untuk mengenali rangsangan buang air besar dan jangan menundanya.
  1. Hindari trauma terhadap proses buang air besar.
  • Gunakan pijakan kaki untuk menghindari anak terjatuh di toilet.
  • Cari tahu mengapa anak menghindari buang air di sekolah atau di tempat less.
  • Jika anak mengalami kesakitan saat buang air besar, pemberian pencahar dapat membantu sementara penyakitnya sembuh.
  1. Diet yang sehat.
  • Berikan diet cukup serat, setidaknay 2 porsi buah setiap hari dan 3 porsi sayuran setiap hari (dapat dipenuhi jika makan utama selalu tersedia sayuran).
  • Sereal yang tidak diproses akan lebih banyak menambahkan serat seperti oat atau gandum utuh.
  • Pilih roti gandum utuh ketimbang roti biasa.
  • Kurangi asupan susu formula, maksimal 500 mL per hari (untuk anak di atas 18 bulan), hindari snack dan minuman manis sebelum makan.

Pada bayi kurang dari 6 bulan, diskusikan dengan dokter anda jika anda curiga terdapat konstipasi. Jika anak anda mengkonsumsi susu formula, penting untuk mendiskusikan jenis formula yang dipakai. Bayi lebih dari 6 bulan dapat dibantu dengan MPASI tinggi serat.

Pemberian laksatif (pencahar)

Pemberian laksatif dapat berlangsung beberapa minggu sampai bulan terutama pada konstipasi yang sudah terjadi berbulan-bulan. Laksatif oral (yang diminum)lebih dipilih dari pada suppositoria (pemberian lewat anus) karena laksatif oral dapat melunakkan tinja di usus bagian atas dan pemberiannya lebih dapat diterima oleh anak. Pemberian pencahar melalui anus (suppositoria) biasanya diberikan pada konstipasi yang berat, mengganggu keadaan umum anak, anak sangat stress dengan konstipasi tersebut, dan laksatif oral dianggap tidak respons. Jangan pernah memberikan laksatif tanpa instruksi dokter anda. Pada kasus tertentu, apabila tinja perlu dikeluarkan secara cepat, enema dapat dilakukan. Enema adalah proses irigasi usus besar dengan cairan. (WIN)

Sumber: Royal Children Hospital, Clinical practice guideline.

Share artikel ini: