Anak-anak Italia dilarang masuk sekolah kecuali mereka dapat membuktikan bahwa mereka telah benar-benar divaksinasi.

Setelah berbulan-bulan berdebat tentang vaksinasi wajib, akhirnya tiba pemberlakuan peraturan tersebut.

Orang tua yang mengirim anak-anak mereka yang tidak divaksinasi ke sekolah akan didenda hingga 500 euro (sekitar 8 juta rupiah). Sedangkan anak-anak usia di bawah enam tahun yang belum divaksinasi akan dipulangkan dari sekolah.

Peraturan baru itu muncul di tengah lonjakan kasus campak – akan tetapi pejabat Italia mengatakan cakupan vaksinasi telah membaik sejak peraturan tersebut diperkenalkan kepada masyarakat.

Menurut peraturan Italia yang disebut peraturan Lorenzin – dinamai sesuai nama mantan menteri kesehatan yang memperkenalkannya – anak-anak diwajibkan menerima serangkaian imunisasi sebelum bersekolah.  Vaksinasi tersebut adalah cacar air, polio, campak, gondong, dan rubella.

Anak-anak berusia di bawah enam tahun yang tidak memiliki bukti vaksinasi akan dikeluarkan dari kelompok bermain dan taman kanak-kanak, menurut peraturan baru tersebut.

Sementara anak-anak usia antara enam hingga 16 tahun tidak dapat dilarang masuk sekolah, tetapi orang tua mereka mendapat denda jika mereka tidak menberikan rangkaian imunisasi wajib.

Batas waktu melengkapi imunisasi wajib tersebut adalah 10 Maret, setelah  sebelumnya sempat ditunda – tetapi karena jatuh pada akhir pekan, maka diperpanjang hingga Senin, 11 Maret 2019.

“Sekarang semua orang punya waktu untuk mengejar ketinggalan (imunisasi),” kata Menteri Kesehatan Giulia Grillo kepada surat kabar La Repubblica.

Dia dikabarkan telah menolak tekanan politik dari wakil perdana menteri Matteo Salvini untuk memperpanjang tenggat waktu lebih jauh.

Ibu Grillo mengatakan bunyi peraturannya  sederhana: “Bila tidak divaksin, tidak boleh sekolah”.

Media Italia melaporkan bahwa setiap pemerintah daerah menangani situasi dengan berbagai cara yang berbeda.

Di Bologna, pemerintah daerah setempat telah mengirim surat skors (melarang anak masuk sekolah) kepada orang tua dari sekitar 300 anak, dan total 5.000 anak tidak memiliki dokumen imunisasi mereka yang terkini.

Di daerah lain tidak ada kasus serupa yang dilaporkan, sementara itu beberapa daerah lain telah diberi tenggang waktu beberapa hari di luar batas waktu yang telah ditetapkan.

Apakah ada pengaruh pemberlakuan peraturan tersebut?

Peraturan baru tersebut disahkan untuk meningkatkan cakupan vaksinasi dari di bawah 80% menjadi 95% , sesuai dengan target WHO.

Pada hari Senin, 11 Maret 2019 – hari terakhir bagi para orang tua untuk memberikan dokumen yang membuktikan bahwa anak-anak mereka telah divaksinasi dengan benar – otoritas kesehatan Italia merilis klaim bahwa tingkat imunisasi nasional pada angka atau sangat dekat dengan 95% untuk anak-anak yang lahir pada tahun 2015, tergantung pada vaksin mana yang sedang dibahas .

Ambang batas 95% adalah titik di mana “kekebalan kelompok” (herd immunity) berfungsi – yakni ketika cukup banyak individu yang divaksinasi untuk membatasi penyebaran penyakit, dengan demikian dapat melindungi mereka yang tidak dapat divaksinasi.

Termasuk bayi-bayi yang terlalu muda untuk divaksinasi, atau orang-orang dengan kondisi medis tertentu seperti memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Bulan lalu, seorang anak berusia delapan tahun yang sembuh dari kanker tidak dapat bersekolah di Roma karena sistem kekebalan tubuhnya yang lemah.

Anak itu telah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk perawatan leukemia, tetapi tetap berisiko terinfeksi karena sebagian murid di sekolahnya belum divaksinasi – termasuk beberapa murid yang sekelas dengannya.

Peraturan Lorenzin, dirancang oleh pemerintah terdahulu, dilahirkan dengan penuh kehebohan. Saat itu, koalisi yang sekarang berkuasa mengatakan akan menghentikan aturan imunisasi wajib itu, meskipun kemudian berbalik mendukung kebijakan itu.

Dua partai populis yang berkuasa dihadapkan pada tuduhan bahwa mereka mendukung kebijakan anti-vaksinasi.

Dalam tulisannya yang diunggah di Facebook Senin lalu ibu Grillo mengakui “(Itu) adalah undang-undang yang, pada saat persetujuan, kami dikritik karena beberapa alasan” – dan mengatakan bahwa peraturan itu akan diubah hanya untuk vaksinasi yang diperlukan berdasarkan data ilmiah.

Mengapa orang tua tidak mengimunisasi anak-anak mereka?

Gerakan anti-vaksinasi yang telah berkembang secara global dalam beberapa tahun terakhir, meningkatkan kewaspadaan WHO.

Dibalik banyak ketakutan akan imunisasi adalah sebuah makalah yang ditulis oleh Andre Wakefield. Makalah ini sudah lama tidak dipercaya oleh kalangan medis, tetapi rumor tentang imunisasi tetap terus menyebar dan mengakibatkan kesehatan masyarakat menghadapi risiko besar karena tidak cukup banyak orang yang kebal terhadap penyakit.

Wakefield dikeluarkan dari asosiasi para dokter Inggris setelah menipu dengan cara menyimpulkan ada hubungan antara pemberian vaksin campak, gondok dan rubela (MMR) dengan penyakit autisme dan usus pada anak-anak.

Dia membuat klaim itu berdasarkan penelitian pada 12 anak saja, dan tidak ada penelitian lain sejak itu yang mampu membuktikan kesimpulannya.(syl)

Sumber :https://www.bbc.com/

Share artikel ini: