Apa itu sirkumsisi?

Sirkumsisi merupakan prosedur bedah (operasi) yang umum dilakukan di Indonesia.  Sirkumsisi (khitan, sunat) adalah tindakan operasi kecil dengan membuang foreskin penis (bagian ujung kulit penis yang menutupi kepala penis).

Gambar 1. Penis sebelum operasi sirkumsisi

Doc : Mayoclinic

Gambar 2. Penis saat operasi sirkumsisi

Doc : Howstuffworks

Gambar 3. Penis setelah sirkumsisi

Doc : Mayoclinic

Kapan dilakukan sirkumsisi?

Sirkumsisi dapat dilakukan pada usia kapan saja. Di Indonesia sebagian besar sirkumsisi dilakukan saat anak sudah bisa bekerjasama dan siap untuk disunat, biasanya pada usia 6 – 12 tahun. Di Amerika Serikat, sebagian besar sirkumsisi dilakukan pada bayi baru lahir saat masih di rumah sakit.

Sirkumsisi pada bayi baru lahir (newborn)

Sirkumsisi dapat dilakukan pada bayi baru lahir sebelum bayi pulang dari rumah sakit.  Sirkumsisi pada bayi cukup aman dilakukan dengan prosedur operasi, pembiusan dan perawatan yang sama seperti sirkumsisi pada anak. Salah satu keuntungan sirkumsisi pada bayi baru lahir dapat mencegah trauma psikologis pada anak.

Sirkumsisi pada bayi baru lahir dianjurkan setelah bayi berusia 12 – 24 jam dan dipastikan kondisi bayi sehat (stabil).

Sirkumsisi Pada Anak

Sirkumsisi pada anak memerlukan kerja sama dan kesiapan anak untuk disunat. Anak yang belum siap atau menolak sebaiknya dibujuk dan diyakinkan oleh orang tua hingga anak siap. Sirkumsisi pada anak cukup dilakukan dengan bius lokal. Namun tidak jarang bila anak tidak kooperatif, dokter akan menganjurkan untuk dilakukan dengan bius umum atau diberikan obat penenang. Pertimbangkankanlah risiko dan manfaatnya apabila anda memilih dilakukan bius umum.

Sirkumsisi pada Dewasa

Sirkumsisi dapat dilakukan pada laki-laki dewasa. Sebagian besar sirkumsisi dilakukan dengan bius lokal. Perdarahan mungkin lebih banyak karena pembuluh darah penis lebih besar, namun tidak perlu kuatir karena dokter dapat menghentikan perdarahan tersebut. Setelah sirkumsisi sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual selama 3 – 4 minggu.

Indikasi dan Kontraindikasi

Sebagian besar sirkumsisi dilakukan karena alasan (indikasi) agama, budaya, dan tradisi. Sirkumsisi juga dilakukan untuk meningkatkan higienis dan kesehatan seseorang, karena penis yang sudah disirkumsisi lebih mudah dibersihkan. Indikasi medis sirkumsisi antara lain fimosis (penyempitan kulup penis sehingga kepala penis tidak bisa terbuka sepenuhnya), parafimosis (kulit penis tertarik ke belakang dan penis terjepit), balanitis (infeksi penis), dan infeksi saluran kemih (ISK) berulang pada anak.

Sirkumsisi tidak boleh dilakukan (kontraindikasi) pada keadaan medis tertentu seperti

  • Bayi prematur
  • Terdapat kelainan bentuk penis atau kulit penis
  • Hipospadia (lubang penis berada di bagian bawah penis)
  • Epispadia (lubang penis berada di bagian atas penis)
  • Micropenis (ukuran penis yang terlalu kecil)
  • Ambigus genitalia  (bentuk kelamin membingungkan antara pria dan wanita)
  • Bleeding diathesis (kecenderungan terjadi perdarahan), koagulapati (gangguan pembekuan darah). Gangguan pembekuan dan perdarahan bukan kontraindikasi mutlak dilakukannya sirkumsisi. Sirkumsisi masih boleh dilakukan setelah konsultasi dengan dokter spesialis anak ahli hematologi.

Metode Sirkumsisi

Tindakan sirkumsisi dapat menggunakan teknik operasi konvensional, kauter (elektro kauter), laser, dan klamp. Di antara metode tersebut yang sering dilakukan di indonesia adalah sirkumsisi konvensional dan sirkumsisi kauter.

Metode konvensional adalah pemotongan kulit dengan menggunakan pisau, gunting, dan alat operasi  lainnya. Operasi dengan metode ini biasanya tampak perdarahan saat dilakukan pemotongan kulit, yang meskipun perdarahan tidak banyak, sering kali membuat orang tua kuatir. Dokter mencari sumber perdarahan tersebut dan mengikat sumber perdarahan. Setelah semua perdarahan ditangani, dokter melakukan penjahitan luka.

Pada metode kauter, menggunakan sebuah alat logam berbentuk runcing yang  merubah sumber energi listrik menjadi energi panas untuk memotong kulit. Energi panas dialirkan pada kumparan atau bilah logam di ujung alat kauter.  Logam yang telah panas (tampak menyala seperti bara api) digunakan untuk membakar dan memotong kulit. Dengan metode ini, kemungkinan terjadinya perdarahan minimal karena pembuluh darah yang terpotong langsung kering karena efek pembakaran. Sirkumsisi dengan alat kauter sebetulnya tidak direkomendasikan karena risiko komplikasi yang dapat terjadi adalah luka bakar, dan terpotongnya sebagian atau seluruh kepala penis.

Sirkumsisi metode kauter sering dianggap sirkumsisi laser oleh masyarakat karena diujung alat pemotong tampak merah menyala. Padahal kedua metode tersebut sangat berbeda.

Sirkumsisi laser menggunakan sinar laser untuk memotong kulit dan menghentikan perdarahan. Risiko perdarahan dengan metode ini minimal. Namun metode ini masih sangat jarang dilakukan di Indonesia.

Sirkumsisi dengan metode klamp yaitu kulit penis ditarik ke depan dan dijepit, kemudian ujung kulit penis disayat dan dibuang. Metode tersebut kurang praktis karena memerlukan ukuran alat yang berbeda disesuaikan dengan ukuran penis anak. Metode ini sudah lama ditinggalkan.

Setiap metode sirkumsisi mempunyai risiko efek samping dan komplikasi yang berbeda. Di antara berbagai metode tersebut, sirkumsisi konvensional adalah metode yang paling aman dan direkomendasikan. Meskipun saat operasi tampak ada perdarahan, kondisi tersebut tidak masalah. Perdarahan tidak menyebabkan masalah serius kecuali pada penderita yang mempunyai kelainan darah. Dokter akan mencari sumber perdarahan dan melakukan ligasi (mengikat dengan benang) satu per satu untuk menghentikan perdarahan. Tindakan tersebut merupakan keunggulan tersendiri sehingga setelah operasi lebih aman dari adanya perdarahan susulan.

Manfaat

Salah satu manfaat dilakukannya sirkumsisi pada bayi adalah dapat mengurangi risiko infeksi saluran kemih. Orang tua bisa lebih mudah menjaga kebersihan penis bayi yang sudah dikhitan. Sedangkan bayi yang belum dikhitan sering kali terdapat smegma (kotoran) di antara kulit penis dan penis. Smegma biasanya baru bisa dibersihkan sempurna bila kulit penis dapat ditarik ke arah pangkal penis (biasanya setelah usia 5 tahun).

Selain itu, ketika anak sudah dewasa, sirkumsisi dapat menurunkan risiko kanker penis meskipun penyakit tersebut sangat jarang. Sirkumsisi juga dapat menurunkan risiko infeksi HIV dari pasangan yang terinfeksi HIV.

Komplikasi

Sirkumsisi merupakan operasi yang cukup aman dengan risiko yang minimal.  Komplikasi sirkumsisi sangat jarang terjadi.  Umumnya sirkumsisi sembuh tanpa komplikasi atau masalah lainnya.

Komplikasi sirkumsisi antara lain :

  1. Infeksi: Infeksi sangat jarang terjadi karena dokter melakukan sirkumsisi dengan teknik dan alat yang steril. Apabila terjadi infeksi, infeksi biasanya ringan dan dapat diatasi dengan pemberian antibiotik. Tanda-tanda infeksi seperti demam, kemerahan yang semakin meluas, nyeri,pembengkakan, dan nanah di sekitar bekas operasi perlu diperhatikan dan bila ada tanda-tanda tersebut sebaiknya segera ke dokter.
  2. Perdarahan: Komplikasi perdarahan jarang terjadi. Sebagian besar perdarahan dapat berhenti dengan sendirinya. Perdarahan dapat dengan mudah dihentikan dengan mengikat sumber perdarahan dengan benang bedah. Risiko perdarahan dapat meningkat pada anak yang mempunyai gangguan pembekuan darah. Oleh karena itu, sangat penting untuk menginformasikan ke dokter apabila anak mempunyai gangguan pembekuan atau kelainan darah lainnya.
  3. Komplikasi dari anestesi: Anestesi (pembiusan) lokal merupakan prosedur yang aman. Komplikasi anestesi jarang terjadi, dan biasanya berkaitan dengan adanya masalah medis lain pada anak. Komplikasi anestesi diantaranya gangguan irama jantung, gangguan pernapasan, dan reaksi alergi.

Sumber

  1. Surgeries and Procedures : Circumcision. www.kidshealth.org
  2. Circumcision. http://emedicine.medscape.com/article/1015820
  3. Circumcision. www.mayoclinic.com
Share artikel ini: